Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari mengenai gejala radioaktivitas yang terjadi pada beberapa isotop, mempelajari radioaktivitas dan peluruhan radioaktif, mempelajari tentang partikel-partikel yang terlibat dalam peluruhan radioaktif, memahami konsep waktu paruh, mempelajari dasar-dasar reaksi fusi dan fisi isotop, serta mempelajari beberapa efek positif maupun negatif penggunaan zat radioaktif dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memahami kimia inti, kita perlu mengetahui struktur dasar atom (lihat : Perkembangan Teori Atom dan Konfigurasi Elektron). Inti merupakan padatan pada pusat atom yang berisi proton dan neutron. Sementara itu, elektron berada di luar inti, yaitu pada tingkat-tingkat energi tertentu (kulit atom). Proton bermuatan positif, neutron tidak bermuatan, dan elektron bermuatan negatif. Atom yang bersifat netral mengandung jumlah proton dan elektron sama, tetapi jumlah neutron suatu atom pada unsur dapat bervariasi. Atom dari unsur-unsur yang sama dan memiliki jumlah neutron yang berbeda disebut sebagai isotop.
Radioaktivitas didefinisikan sebagai peluruhan spontan dari inti yang tidak stabil. Inti yang tidak stabil dapat terpecah menjadi dua partikel atau lebih lainnya dengan membebaskan sejumlah energi. Pemecahan ini dapat terjadi melalui beberapa cara , bergantung pada atom tertentu yang meluruh.
Kita dapat meramalkan suatu partikel radioaktif yang meluruh dengan mengetahui partikel lainnya. Ramalan ini melibatkan penyetaraan reaksi inti (reaksi inti adalah reaksi yang melibatkan perubahan pada struktur inti).
Penyetaraan reaksi inti merupakan suatu proses yang sangat sederhana. Dalam reaksi inti, kita mengenal istilah reaktan dan produk. Reaktan adalah senyawa yang digunakan, sedangkan produk merupakan senyawa baru yang terbentuk.
Untuk semua reaksi inti yang harus disetarakan, jumlah semua nomor atom pada sisi kiri tanda panah harus sama dengan jumlah semua nomor atom pada sisi kanan tanda panah. Hal yang sama juga berlaku untuk jumlah nomor massa.
Sebagai contoh, kita akan melakukan reaksi inti dengan menembakkan isotop klorin tertentu (Cl-35) dengan menggunakan neutron. Kita mengamati bahwa isotop Hidrogen (H-1) dihasilkan bersama-sama dengan isotop lainnya dan kita ingin mengetahui isotop apakah itu. Persamaan reaksi inti yang terjadi adalah sebagai berikut :
17Cl35 + 0n1 → X + 1H1
Sekarang, untuk mengetahui isotop yang tidak diketahui (dinyatakan sebagai X), kita harus menyetarakan persamaan reaksi tersebut. Jumlah nomor atom di sisi kiri adalah 17 + 0 = 17. Jadi, kita juga harus mendapatkan jumlah nomor atom di sisi kanan sama, yaitu sama dengan 17. Sekarang, kita mempunyai nomor atom 1 di sisi kanan, sehingga nomor atom dari isotop yang tidak diketahui menjadi 17 – 1 = 16. Nomor atom ini diketahui sebagai unsur belerang (S).
Berikutnya, perhatikanlah nomor massa pada persamaan tersebut. Jumlah nomor massa di sisi kiri adalah 35 + 1 = 36. Kita menginginkan jumlah nomor massa yang sama di sisi kanan, yaitu 36. Sekarang, kita telah memiliki nomor massa 1 di sisi kanan. Dengan demikian, nomor massa dari isotop yang tidak diketahui menjadi 36 – 1 = 35. Ternyata X adalah isotop belerang (S-35).
Berikut ini adalah persamaan reaksi inti yang telah disetarakan :
17Cl35 + 0n1 → 16S35 + 1H1
Persamaan ini menyatakan transmutasi inti, yaitu perubahan suatu unsur menjadi unsur lainnya dan proses ini dapat dikendalikan oleh manusia. Reaksi perubahan inti unsur semacam ini lebih dikenal dengan istilah transmutasi buatan. Dari contoh di atas, S-35 adalah isotop belerang yang tidak terdapat secara alamiah. Isotop ini adalah isotop buatan manusia. Alkemiawan, yaitu kimiawan zaman dahulu, memimpikan perubahan suatu unsur menjadi unsur lainnya (umumnya plumbul/timbal menjadi emas). Akan tetapi, mereka tidak dapat pernah memulai prosesnya. Kini, para kimiawan, kadang-kadang dapat mengubah satu unsur menjadi unsur lainnya.
Isotop tertentu bersifat tidak stabil, sehingga inti atom unsur mudah terpecah dengan mengalami peluruhan inti. Kadang-kadang, produk dari peluruhan inti bersifat tidak stabil, sehingga dapat mengalami pelruhan inti berikutnya. Sebagai contoh, bila U-238 (salah satu isotop radioaktif Uranium) pada awalnya mengalamu peluruhan, akan dihasilkan isotop Th-234. Isotop tersebut tidak stabil dan akan mengalami peluruhan kembali membentuk isotop Pa-234. Isotop tersebut pun tidak stabil. Akibatnya, akan terjadi peluruhan terus-menerus sampai akhirnya secara keseluruhan terdapat 14 tahapan untuk menghasilkan produk akhir berupa isotop Pb-206 yang bersifat stabil, sehingga peluruhan selanjutnya tidak akan terjadi.
Sebelum kita membahas bagaimana isotop radioaktif dapat meluruh, kita akan mempelajari mengapa isotop tertentu dapat meluruh. Inti memiliki semua proton yang bermuatan positif yang ada bersama-sama pada volum ruang yang sangat kecil. Semua proton ini akan saling tolak-menolak sehingga gaya yang biasanya menahan seluruh inti (perekat inti) kadang-kadang tidak dapat bekerja dengan baik. Akibatnya, inti akan terpecah atau mengalami peluruhan inti.
Semua unsur dengan 84 proton atau lebih bersifat tidak stabil, sehingga akhirnya mengalami peluruhan. Isotop lain yang intinya mengandung jumlah proton yang lebih juga dapat bersifat radioaktif. Radioaktivitas berhubungan dengan perbandingan neutron/proton di dalam inti atom. Jika perbandingan neutron/proton (n/p) terlalu tinggi (n/p > 1 ; terlalu banyak neutron ; terlalu sedikit proton), isotop dikatakan kaya neutron. Oleh karena itu, isotop bersifat tidak stabil. Sama halnya bila perbandingan neutron/proton (n/p) terlalu rendah (n/p < 1 ; terlalu sedikit neutron; terlalu banyak proton), isotop dikatakan kaya proton. Isotop semacam ini pun bersifat tidak stabil. Perbandingan neutron/proton (n/p) untuk unsur tertentu harus berada pada kisaran tertentu, sehingga unsur tersebut bersifat stabil. Itulah sebabnya isotop suatu unsur ada yang bersifat stabil dan ada pula yang bersifat radioaktif.
Terdapat tiga cara utama yang menyebabkan terjadinya peluruhan isotop radioaktif secara alami, antara lain :
Partikel alfa (α) didefinisikan sebagai partikel bermuatan positif pada inti helium. Partikel alfa tersusun atas dua proton dan dua neutron, sehingga dapat dinyatakan sebagai atom Helium-4 (He-4). Oleh karena partikel alfa terpecah dari inti atom radioaktif, partikel ini tidak memiliki elektron. Dengan demikian, partikel alfa memiliki muatan +2. Partikel alfa (α) merupakan partikel inti Helium yang bermuatan positif (kation dari unsur Helium, He2+). Akan tetapi, elektron pada dasarnya bebas, mudah untuk lepas dan muadh pula untuk didapat. Jadi, secara umum, partikel alfa (α) dapat dituliskan tanpa muatan karena akan dengan cepat mendapatkan 2 elektron dan menjadi atom Helium netral (bukan sebagai ion).
Unsur berat dan besar, seperti Uranium (U) dan Thorium (Th), cenderung melakukan pemancaran (emisi) partikel alfa. Peluruhan inti ini terjadi dengan cara membebaskan dua muatan positif (dua proton) dan empat satuan massa (dua proton + dua neutron). Suatu proses yang sangat hebat. Setiap kali partikel alfa dipancarkan (diemisikan), empat satuan massa hilang.
Sebagai contoh, isotop Radon-222 (Rn-222), dapat mengalami peluruhan dan memancarkan partikel alfa. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
86Rn222 → 84Po218 + 2He4
Dalam hal ini, isotop Radon-222 mengalami peluruhan inti dengan membebaskan partikel alfa. Isotop baru yang terbentuk pada proses peluruhan ini adalah isotop baru dengan nomor massa 218 (yang diperoleh dari 222 – 4) dan nomor atom 84 (yang diperoleh dari 86 – 2). Isotop tersebut adalah Polonium (Po).
Pemancaran Partikel Beta
Partikel beta (β) pada dasarnya adalah elektron yang dipancarkan dari inti. Kita tentu akan bertanya, bukankah elektron tidak terdapat di dalam inti atom?Bagaimana elektron dapat dipancarkan dari inti atom yang tidak mengandung elektron?Marilah kita mengikuti penjelasan berikut secara seksama.
Sebagai contoh, saya ingin membahas peluruhan yang terjadi pada isotop Iodin. Isotop Iodin-131 (I-131) digunakan dalam bidang medis sebagai isotop untuk mendeteksi dan mengobati kanker kelenjar gondok (tyroid). Isotop tersebut mengalami peluruhan dan memancarkan partikel beta. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
53I131 → 54Xe131 + -1e0
Pada proses ini, isotop Iodin-131 (I-131) melepaskan partikel beta (elektron). Isotop baru yang dihasilkan memiliki nomor atom 54 dan nomor massa 131. Isotop tersebut adalah Xenon (Xe).
Perhatikanlah bahwa nomor massa tidak berubah dari I-131 menjadi Xe-131. Akan tetapi, nomor atomnya naik satu (dari 53 menjadi 54). Peristiwa yang terjadi di dalam inti atom iodin adalah perubahan neutron menjadi proton dan elektron.
0n1 → 1p1 + -1e0
Perubahan sebuah neutron menjadi sebuah proton akan diikuti dengan terbentuknya sebuah elektron. Elektron yang terbentuk dipancarkan dari inti atom sebagai partikel beta (β). Isotop dengan perbandingan n/p tinggi sering mengalami pemancaran beta (β). Hal ini terjadi karena peluruhan ini menyebabkan jumlah neutron berkurang satu dan jumlah proton bertambah satu, sehingga menurunkan perbandingan n/p.
Pemancaran Radiasi Gamma
Partikel alfa (α) dan partikel beta (β) mempunyai karakteristik materi. Keduanya memiliki massa tertentu dan menempati ruang. Namun, karena tidak ada perubahan massa yang berhubungan dengan pemancaran sinar gamma (γ), kita dapat menyatakan bahwa pemancaran sinar gamma (γ) sebagai pemancaran radiasi gamma (γ). Radiasi gamma (γ) sangat menyerupai sinar X, yaitu radiasi dengan energi tinggi dan memiliki panjang gelombang pendek (short wavelength). Radiasi sinar gamma umumnya disertai dengan pemancaran partikel alfa dan partikel beta. Tetapi, biasanya tidak dinyatakan pada persamaan reaksi inti yang disetarakan. Beberapa isotop, seperti Cobalt-60 (Co-60), melepaskan sejumlah besar radiasi sinar gamma. Isotop ini sering digunakan untuk pengobatan kanker dengan metode radiasi. Paramedis akan mengarahkan sinar gamma ke tumor, sehingga sinar tersebut diharapkan dapat merusaknya.
Pemancaran Positron
Pemancaran positron tidak terjadi pada isotop radioaktif yang meluruh secara alami, tetapi hal ini terjadi secara alami pada isotop radioaktif buatan manusia. Positron pada dasarnya merupakan elektron yang memiliki muatan positif. Positron dapat terbentuk bila proton di dalam inti atom meluruh menjadi neutron. Positron yang terbentuk ini kemudian dipancarkan dari inti atom.
Proses ini terjadi pada beberapa isotop, seperti isotop Kalium-40 (K-40). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
19K40 → 18Ar40 + +1e0
Isotop K-40 memancarkan positron, dan membentuk isotop baru dengan nomor massa 40 dan nomor atom 18. Isotop Argon-40 (Ar-40) telah terbentuk.
Perhatikanlah bahwa nomor massa tidak berubah dari K-40 menjadi Ar-40. Akan tetapi, nomor turun satu (dari 19 menjadi 18). Peristiwa yang terjadi di dalam inti atom kalium adalah perubahan proton menjadi neutron dan melepaskan positron.
1p1 → 0n1 + +1e0
Perubahan sebuah proton menjadi sebuah neutron akan diikuti dengan terbentuknya sebuah positron. Positron yang terbentuk dipancarkan dari inti atom sebagai partikel positron (β+). Isotop dengan perbandingan n/p rendah sering mengalami pemancaran positron (β+). Hal ini terjadi karena peluruhan ini menyebabkan jumlah proton berkurang satu dan jumlah neutron bertambah satu, sehingga menaikkan perbandingan n/p.
Penangkapan Elektron
Penangkapan elektron merupakan jenis peluruhan inti yang jarang terjadi. Dalam peluruhan ini, elektron dari tingkat energi yang lebih dalam (misalkan subkulit 1s) akan ditangkap oleh inti atom. Elektron tersebut akan bergabung dengan proton pada inti atom membentuk neutron. Akibatnya, nomor atom berkurang satu dan nomor massanya tetap sama.
1p1 + -1e0 → 0n1
Sebagai contoh, reaksi yang terjadi saat penangkapan elektron pada Polonium-204 (Po-204) sebagai berikut :
84Po204 + -1e0 → 83Bi204 + sinar-X
Perubahan sebuah proton menjadi sebuah neutron dapat terjadi saat penangkapan sebuah elektron. Isotop dengan perbandingan n/p rendah dapat mengalami penangkapan elektron (e-). Hal ini terjadi karena reaksi ini menyebabkan jumlah proton berkurang satu dan jumlah neutron bertambah satu, sehingga menaikkan perbandingan n/p.
Penangkapan elektron pada subkulit 1s menyebabkan kekosongan pada subkulit 1s. Elektron yang berasal dari subkulit lain dengan level energi yang lebih tinggi akan “turun” untuk mengisi kekosongan ini disertai pembebasan sejumlah energi dalam bentuk sinar X yang tidak tampak.
Waktu Paruh dan Peluruhan Radioaktif
Jika kita dapat melihat sebuah atom isotop radioaktif, seperti U-238, kita tidak dapat meramalkan kapan atom tersebut akan meluruh. Peluruhan ini dapat terjadi dalam waktu beberapa milidetik atau mungkin membutuhkan waktu selama satu abad. Ternyata ada cara sederhana untuk mengetahuinya.
Dibutuhkan waktu tertentu bagi separuh dari atom radioaktif untuk meluruh dan tersisa setengah dari sebelumnya. Kemudian, dibutuhkan juga sejumlah waktu yang sama untuk separuh dari atom radioaktif yang sisa untuk meluruh dan sejumlah waktu yang sama untuk atom radioaktif sisa untuk meluruh dan seterusnya. Banyaknya waktu yang digunakan untuk separuh dari cuplikan meluruh disebut waktu paruh (t1/2).
Berikut ini adalah tabel hubungan waktu paruh (t1/2) dengan jumlah zat radioaktif yang masih tersisa setelah peluruhan :
Perlu dipahami bahwa waktu paruh (t1/2) peluruhan isotop radioaktif tidak linear. Peluruhan ini bersifat eksponensial. Jika kita ingin menentukan waktu atau jumlah yang tidak berhubungan dengan kelipatan sederhana pada waktu paruh, kita dapat menggunakan persamaan berikut :
ln (No/Nt) = (0,6963 t) / t1/2
Pada persamaan tersebut, ln adalah singkatan dari logaritma natural (logaritma dengan bilangan pokok e). No adalah jumlah isotop radioaktif mula-mula. Nt adalah jumlah radioisotop yang yang tertinggal pada waktu tertentu (t) dan t1/2 adalah waktu paruh radioisotop. Jika kita mengetahui waktu paruh (t1/2) dan jumlah isotop radioaktif mula-mula (No), kita dapat menggunakan persamaan ini untuk menghitung jumlah radioaktif sisa (Nt) setiap waktu.
Bentuk lain dari persamaan di atas adalah sebagai berikut :
Nt / No = (1/2)^ (t/t1/2)
Waktu paruh bisa menjadi sangat pendek atau sangat panjang. Tabel berikut menunjukkan waktu paruh (t1/2) dari beberapa jenis isotop radioaktif.
Cuplikan waktu paruh penting untuk diketahui, sebab dapat digunakan untuk menentukan kapan suatu bahan radioaktif aman untuk ditangani. Aturannya adalah suatu cuplikan dinyatakan aman bila radioaktivitasnya telah turun sampai di bawah batas pengamatan (ini terjadi setelah 10 kali waktu paruh). Jadi, jika radioaktif Iodin-131 (I-131) dengan waktu paruh (t1/2) = 8 hari dimasukkan ke dalam tubuh guna mengobati kanker thyroid, bahan ini akan hilang dalam 10 kali waktu paruh atau 80 hari. Hal ini penting untuk diketahui, sebab radioaktif yang digunakan sebagai pelacak medis yang dimasukkan ke dalam tubuh, digunakan oleh seorang dokter untuk melacak suatu saluran, menemukan suatu penghalang atau untuk pengobatan (terapi) kanker. Isotop radioaktif ini harus aktif dalam waktu yang cukup lama untuk pengobatan, tetapi juga harus cukup pendek, sehingga tidak merusak sel-sel atau organ-organ yang sehat.
Aplikasi waktu paruh yang sangat berguna adalah pada pelacakan radioaktif. Ini berhubungan dengan penentuan usia benda-benda kuno.
Karbon 14 (C-14) adalah isotop karbon radioaktif yang dihasilkan di atomosfer bagian atas oleh radiasi kosmis. Senyawa utama di atmosfer yang mengandung karbon adalah karbon dioksida (CO2). Sangat sedikit sekali jumlah karbon dioksida tang mengandung isotop C-14. Tumbuhan menyerap C-14 selama fotosintesis. Dengan demikian, C-14 terdapat dalam struktur sel tumbuhan. Tumbuhan kemudian dimakan oleh hewan, sehingga C-14 menjadi bagian dari struktur sel pada semua organisme.
Selama suatu organisme hidup, jumlah isotop C-14 dalam struktur selnya akan tetap konstan. Tetapi, bila organisme tersebut mati, jumlah C-14 mulai menurun. Para ilmuwan kimia telah mengetahui waktu paruh dari C-14, yaitu 5730 tahun. Dengan demikian, mereka dapat menentukan berapa lama organisme tersebut mati.
Pelacakan radioaktif dengan menggunakan isotop C-14 telah digunakan untuk menentukan usia kerangka yang ditemukan di situs-situs arkeologi. Belakangan ini, isotop C-14 digunakan untuk mengetahui usia Shroud of Turin (kain kafan dari Turin), yaitu sepotong kain linen pembungkus mayat manusia dengan gambaran seorang manusia tercetak diatasnya. Banyak yang berpikir bahwa itu adalah bahan pembungkus Nabi Isa. Tetapi, pada tahun 1988, pelacakan radiokarbon menemukan bahwa bahan tersebut berasal dari tahun 1200-1300 SM. Meskipun kita tidak mengetahui bagaimana bentuk orang itu tercetak pada kain kafan tersebut, pelacakan radioaktif C-14 membuktikan bahwa bahan tersebut bukan kain kafan Nabi Isa.
Pelacakan dengan isotop C-14 hanya dapat digunakan untuk menentukan usia sesuatu yang pernah hidup (organisme). Isotop ini tidak dapat digunakan untuk menentukan umur batuan bulan atau meteorit. Untuk benda-benda mati, para ilmuwan kimia menggunakan isotop lainnya, seperti Kalium 40 (K-40).
Pada tahun 1930-an, para ilmuwan menemukan bahwa beberapa reaksi inti dapat dimulai dan dikendalikan oleh manusia. Para ilmuwan biasanya menembakkan suatu isotop besar dengan isotop kedua yang lebih kecil (umumnya neutron). Tumbukan kedua isotop ini dapat menyebabkan isotop besar tersebut pecah menjadi dua unsur atau lebih. Dalam hal ini, isotop besar mengalami pemecahan inti (nuclear fission/fisi inti).
Sebagai contoh, pemecahan isotop U-235 menjadi dua isotop baru dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi transmutasi berikut :
92U235 + 0n1 → 56Ba142 + 36Kr91 + 3 1n0
Reaksi jenis ini juga membebaskan energi dalam jumlah besar. Berasal dari manakah energi tersebut? Apabila pengukuran dilakukan dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi pada semua massa atom dan partikel subatom mula-mula, kemudian semua massa atom dan partikel subatom akhir, lalu membandingkan keduanya. Kita akan memperoleh hasil bahwa terdapat sejumlah massa yang “hilang”. Materi “hilang” selama reaksi inti. Hilangnya materi ini disebut sebagai pengurangan massa atau defek massa. Materi yang “hilang” ini berubah menjadi energi.
Kita dapat menghitung besarnya energi yang dihasilkan dari reaksi fisi selama reaksi inti dengan persamaan yang sangat sederhana, yang telah dikembangkan oleh Albert Einstein (lihat : Kisah Para Ilmuwan ; Albert Einstein), yaitu E = mc2. Pada persamaan ini, E adalah energi yang dihasilkan; m adalah massa yang “hilang” (defek massa); dan c adalah kecepatan cahaya (3,00 x 108 m/s). Kecepatan cahaya dikuadratkan membuat bagian dari persamaan ini mempunyai bilangan yang sangat besar, sehingga bila dikalikan dengan jumlah massa yang kecil hasilnya tetap merupakan sejumlah energi yang besar.
Reaksi Berantai (Chain Reaction)
Pada persamaan fisi isotop U-235 (lihat reaksi di atas) digunakan sebuah neutron. Akan tetapi, reaksi kembali membentuk tiga neutron. Ketiga neutron tersebut, apabila semuanya bertemu dengan isotop U-235 lainnya, dapat memulai pemecahan (fisi) lainnya, yang akan menghasilkan lebih banyak neutron. Ini merupakan efek domino yang telah lama diketahui manusia. Dalam istilah kimia inti, serangkaian pemecahan inti ini disebut reaksi beranai (chain reaction).
Chain reaction ini bergantung pada banyaknya neutron yang dilepaskan, bukan pada banyaknya neutron yang digunakan selama reaksi inti. Saat kita menuliskan persamaan reaksi fisi isotop U-238 (isotop Uranium yang lebih melimpah di alam), kita hanya menggunakan satu neutron dan mendapatkan satu neutron pula. Reaksi berantai tidak dapat terjadi pada isotop U-238. Hanya isotop yang dapat menghasilkan neutron berlebihan pada pemecahannya yang dapat mengalami chain reaction. Jenis isotop ini dikatakan dapat pecah. Hanya ada dua isotop utama yang dapat dipecah selama reaksi inti, yaitu U-235 dan Pu-239.
Rahasia untuk mengendalikan reaksi berantai adalah dengan mengendalikan jumlah neutron. Apabila neutron dapat dikendalikan, energi yang dilepaskan dapat dikendalikan. Itulah yang dilakukan oleh para ilmuwan pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Dalam beberapa hal, pembangkit listrik tenaga nuklir sama dengan pembangkit listrik konvensional yang menggunakan bahan bakar fosil . Pada jenis pembangkit listrik ini, bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi, gas alam) dibakar, dan panasnya digunakan untuk mendidihkan air yang digunakan untuk membuat uap air. Uap airnya kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin yang disambungkan ke generator yang menghasilakn listrik.
Perbedaan nyata antara pembangkit listrik konvensional dan nuklir adalah pembangkit listrik tenaga nuklir menghasilkan panasnya melalui reaksi berantai pemecahan inti isotop.
Di Amerika, terdapat kira-kira 100 reaktor nuklir yang menghasilakn sekitar 20 persen kebutuhan listrik negara. Di Perancis, hampir 80 persen listrik negara dihasilkan melalui chain reaction. Keuntungan penggunaan tenaga nuklir adalah tidak perlu membakar bahan bakar fosil (menghemat sumber bahan bakar fosil untuk menghasilkan plastik dan obat-obatan) dan tidak ada produk hasil pembakaran seperti CO2, SO2, dan lainnya yang dapat mencemari air dan udara. Akan tetapi, masih terdapat sejumlah masalah yang berhubungan dengan penggunaan tenaga nuklir.
Masalah pertama adalah biaya. Masalah berikutnya adalah ketersediaan isotop U-235 sangat terbatas. Dari semua Uranium yang terdapat di alam, hanya sekitar 0,75 persennya merupakan U-235. Sebagian besar merupakan isotop U-238 yang tidak dapat dipecah. Keterbatasan jumlah bahan bakar nuklir serupa dengan keterbatasan sumber daya bahan bakar fosil yang tersedia di alam. Akan tetapi, yang menjadi masalah utama (krusial) penggunaan tenaga nuklir adalah tingkat keamanan penggunaan nuklir dan pengelolaan limbah nuklir. Reaktor nuklir harus benar-benar aman dan tidak menghasilkan radiasi yang membahayakan kesehatan para petugas maupun penduduk di area reaktor nuklir berdiri. Sebagai tambahan, limbah yang dihasilkan harus diolah sedemikian rupa agar tetap aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia.
Penggabungan Inti (Nuclear Fussion)
Segera setelah proses pemecahan (fisi) ditemukan, proses lainnya yang disebut fusi (penggabungan) ditemukan. Reaksi fusi pada dasarnya merupakan kebalikan dari reaksi fisi. Pada reaksi fisi, inti yang lebih berat dipecah menjadi inti yang lebih kecil. Sebaliknya, pada reaksi fusi, inti yang lebih ringan digabung menjadi inti yang lebih berat.
Proses penggabungan (fusi) adalah reaksi yang memberikan tenaga pada matahari. Di matahari, pada serangkaian reaksi inti, empat isotop H-1 digabung menjadi He-4 dengan membebaskan sejumlah besar energi. Di bumi, dua isotop hidrogen lainnya yang digunakan dalam reaksi fusi adalah Deuterium (H-2) dan Tritium (H-3). Deuterium adalah isotop hidrogen yang ada dalam jumlah kecil, tetapi masih tetap melimpah. Sedangkan Tritium tidak terjadi secara alami, tetapi dapat dengan mudah diproduksi dengan cara menembakkan Deuterium dengan neutron. Reaksi penggabungan antara Deuterium dan Tritium adalah sebagai berikut :
1H2 + 1H3 → 2He4 + 0n1
Aplikasi penggabungan inti yang pertama kali adalah pada penggunaan bom Hidrogen yang dilakukan oleh militer. Bom Hidrogen mempunyai tenaga 1000 kali lebih kuat dari bom atom biasa.
Tujuan penggunaan reaksi fusi adalah menghasilkan energi dalam jumlah melimpah. Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah sulitnya mengendalikan reaksi fusi. Jika energi dari reaksi ini dapat dikendalikan dan dilepaskan secara perlahan-lahan, maka dapat digunakan untuk menghasilkan listrik. Cara ini akan memberikan persediaan energi yang tidak terbatas sekaligus tidak menghasilkan polutan yang membahayakan atmosfer.
Efek Radiasi
Radiasi dapat menyebabkan dua efek utama pada tubuh, yaitu merusak sel dengan panas dan mengionisasi sekaligus memecahkan sel. Radiasi menghasilkan panas. Panas ini dapat merusak jaringan, sama seperti yang terjadi pada kulit yang terbakar matahari. Faktanya, istilah luka bakar radiasi umumnya digunakan untuk menjelaskan kerusakan kulit dan jaringan karena adanya panas.
Cara utama radiasi merusak tubuh organisme adalah melalui pemecahan sel dan ionisasi. Partikel radioaktif dan radiasi mempunyai energi kinetik yang besar. Saat partikel ini menyerang sel di dalam tubuh, partikel dapat memecah (merusak) sel ata mengionisasi sel, sehingga sel menjadi ion-ion (bermuatan listrik) dengan menghilangkan satu elektron. Ionisasi ini akan melemahkan ikatan dan dapat menyebabkan kerusakan, pemusnahan, atau mutasi DNA pada sel.
Referensi:
Andy. 2009. Pre-College Chemistry.
Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.
Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia: Pakar Raya.
Untuk memahami kimia inti, kita perlu mengetahui struktur dasar atom (lihat : Perkembangan Teori Atom dan Konfigurasi Elektron). Inti merupakan padatan pada pusat atom yang berisi proton dan neutron. Sementara itu, elektron berada di luar inti, yaitu pada tingkat-tingkat energi tertentu (kulit atom). Proton bermuatan positif, neutron tidak bermuatan, dan elektron bermuatan negatif. Atom yang bersifat netral mengandung jumlah proton dan elektron sama, tetapi jumlah neutron suatu atom pada unsur dapat bervariasi. Atom dari unsur-unsur yang sama dan memiliki jumlah neutron yang berbeda disebut sebagai isotop.
Radioaktivitas didefinisikan sebagai peluruhan spontan dari inti yang tidak stabil. Inti yang tidak stabil dapat terpecah menjadi dua partikel atau lebih lainnya dengan membebaskan sejumlah energi. Pemecahan ini dapat terjadi melalui beberapa cara , bergantung pada atom tertentu yang meluruh.
Kita dapat meramalkan suatu partikel radioaktif yang meluruh dengan mengetahui partikel lainnya. Ramalan ini melibatkan penyetaraan reaksi inti (reaksi inti adalah reaksi yang melibatkan perubahan pada struktur inti).
Penyetaraan reaksi inti merupakan suatu proses yang sangat sederhana. Dalam reaksi inti, kita mengenal istilah reaktan dan produk. Reaktan adalah senyawa yang digunakan, sedangkan produk merupakan senyawa baru yang terbentuk.
Untuk semua reaksi inti yang harus disetarakan, jumlah semua nomor atom pada sisi kiri tanda panah harus sama dengan jumlah semua nomor atom pada sisi kanan tanda panah. Hal yang sama juga berlaku untuk jumlah nomor massa.
Sebagai contoh, kita akan melakukan reaksi inti dengan menembakkan isotop klorin tertentu (Cl-35) dengan menggunakan neutron. Kita mengamati bahwa isotop Hidrogen (H-1) dihasilkan bersama-sama dengan isotop lainnya dan kita ingin mengetahui isotop apakah itu. Persamaan reaksi inti yang terjadi adalah sebagai berikut :
17Cl35 + 0n1 → X + 1H1
Sekarang, untuk mengetahui isotop yang tidak diketahui (dinyatakan sebagai X), kita harus menyetarakan persamaan reaksi tersebut. Jumlah nomor atom di sisi kiri adalah 17 + 0 = 17. Jadi, kita juga harus mendapatkan jumlah nomor atom di sisi kanan sama, yaitu sama dengan 17. Sekarang, kita mempunyai nomor atom 1 di sisi kanan, sehingga nomor atom dari isotop yang tidak diketahui menjadi 17 – 1 = 16. Nomor atom ini diketahui sebagai unsur belerang (S).
Berikutnya, perhatikanlah nomor massa pada persamaan tersebut. Jumlah nomor massa di sisi kiri adalah 35 + 1 = 36. Kita menginginkan jumlah nomor massa yang sama di sisi kanan, yaitu 36. Sekarang, kita telah memiliki nomor massa 1 di sisi kanan. Dengan demikian, nomor massa dari isotop yang tidak diketahui menjadi 36 – 1 = 35. Ternyata X adalah isotop belerang (S-35).
Berikut ini adalah persamaan reaksi inti yang telah disetarakan :
17Cl35 + 0n1 → 16S35 + 1H1
Persamaan ini menyatakan transmutasi inti, yaitu perubahan suatu unsur menjadi unsur lainnya dan proses ini dapat dikendalikan oleh manusia. Reaksi perubahan inti unsur semacam ini lebih dikenal dengan istilah transmutasi buatan. Dari contoh di atas, S-35 adalah isotop belerang yang tidak terdapat secara alamiah. Isotop ini adalah isotop buatan manusia. Alkemiawan, yaitu kimiawan zaman dahulu, memimpikan perubahan suatu unsur menjadi unsur lainnya (umumnya plumbul/timbal menjadi emas). Akan tetapi, mereka tidak dapat pernah memulai prosesnya. Kini, para kimiawan, kadang-kadang dapat mengubah satu unsur menjadi unsur lainnya.
Isotop tertentu bersifat tidak stabil, sehingga inti atom unsur mudah terpecah dengan mengalami peluruhan inti. Kadang-kadang, produk dari peluruhan inti bersifat tidak stabil, sehingga dapat mengalami pelruhan inti berikutnya. Sebagai contoh, bila U-238 (salah satu isotop radioaktif Uranium) pada awalnya mengalamu peluruhan, akan dihasilkan isotop Th-234. Isotop tersebut tidak stabil dan akan mengalami peluruhan kembali membentuk isotop Pa-234. Isotop tersebut pun tidak stabil. Akibatnya, akan terjadi peluruhan terus-menerus sampai akhirnya secara keseluruhan terdapat 14 tahapan untuk menghasilkan produk akhir berupa isotop Pb-206 yang bersifat stabil, sehingga peluruhan selanjutnya tidak akan terjadi.
Sebelum kita membahas bagaimana isotop radioaktif dapat meluruh, kita akan mempelajari mengapa isotop tertentu dapat meluruh. Inti memiliki semua proton yang bermuatan positif yang ada bersama-sama pada volum ruang yang sangat kecil. Semua proton ini akan saling tolak-menolak sehingga gaya yang biasanya menahan seluruh inti (perekat inti) kadang-kadang tidak dapat bekerja dengan baik. Akibatnya, inti akan terpecah atau mengalami peluruhan inti.
Semua unsur dengan 84 proton atau lebih bersifat tidak stabil, sehingga akhirnya mengalami peluruhan. Isotop lain yang intinya mengandung jumlah proton yang lebih juga dapat bersifat radioaktif. Radioaktivitas berhubungan dengan perbandingan neutron/proton di dalam inti atom. Jika perbandingan neutron/proton (n/p) terlalu tinggi (n/p > 1 ; terlalu banyak neutron ; terlalu sedikit proton), isotop dikatakan kaya neutron. Oleh karena itu, isotop bersifat tidak stabil. Sama halnya bila perbandingan neutron/proton (n/p) terlalu rendah (n/p < 1 ; terlalu sedikit neutron; terlalu banyak proton), isotop dikatakan kaya proton. Isotop semacam ini pun bersifat tidak stabil. Perbandingan neutron/proton (n/p) untuk unsur tertentu harus berada pada kisaran tertentu, sehingga unsur tersebut bersifat stabil. Itulah sebabnya isotop suatu unsur ada yang bersifat stabil dan ada pula yang bersifat radioaktif.
Terdapat tiga cara utama yang menyebabkan terjadinya peluruhan isotop radioaktif secara alami, antara lain :
- Pemancaran partikel alfa (α)
- Pemancaran partikel beta (β)
- Pemancaran radiasi gamma (γ)
- Pemancaran positron (β+)
- Penangkapan elektron (e-)
Partikel alfa (α) didefinisikan sebagai partikel bermuatan positif pada inti helium. Partikel alfa tersusun atas dua proton dan dua neutron, sehingga dapat dinyatakan sebagai atom Helium-4 (He-4). Oleh karena partikel alfa terpecah dari inti atom radioaktif, partikel ini tidak memiliki elektron. Dengan demikian, partikel alfa memiliki muatan +2. Partikel alfa (α) merupakan partikel inti Helium yang bermuatan positif (kation dari unsur Helium, He2+). Akan tetapi, elektron pada dasarnya bebas, mudah untuk lepas dan muadh pula untuk didapat. Jadi, secara umum, partikel alfa (α) dapat dituliskan tanpa muatan karena akan dengan cepat mendapatkan 2 elektron dan menjadi atom Helium netral (bukan sebagai ion).
Unsur berat dan besar, seperti Uranium (U) dan Thorium (Th), cenderung melakukan pemancaran (emisi) partikel alfa. Peluruhan inti ini terjadi dengan cara membebaskan dua muatan positif (dua proton) dan empat satuan massa (dua proton + dua neutron). Suatu proses yang sangat hebat. Setiap kali partikel alfa dipancarkan (diemisikan), empat satuan massa hilang.
Sebagai contoh, isotop Radon-222 (Rn-222), dapat mengalami peluruhan dan memancarkan partikel alfa. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
86Rn222 → 84Po218 + 2He4
Dalam hal ini, isotop Radon-222 mengalami peluruhan inti dengan membebaskan partikel alfa. Isotop baru yang terbentuk pada proses peluruhan ini adalah isotop baru dengan nomor massa 218 (yang diperoleh dari 222 – 4) dan nomor atom 84 (yang diperoleh dari 86 – 2). Isotop tersebut adalah Polonium (Po).
Pemancaran Partikel Beta
Partikel beta (β) pada dasarnya adalah elektron yang dipancarkan dari inti. Kita tentu akan bertanya, bukankah elektron tidak terdapat di dalam inti atom?Bagaimana elektron dapat dipancarkan dari inti atom yang tidak mengandung elektron?Marilah kita mengikuti penjelasan berikut secara seksama.
Sebagai contoh, saya ingin membahas peluruhan yang terjadi pada isotop Iodin. Isotop Iodin-131 (I-131) digunakan dalam bidang medis sebagai isotop untuk mendeteksi dan mengobati kanker kelenjar gondok (tyroid). Isotop tersebut mengalami peluruhan dan memancarkan partikel beta. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
53I131 → 54Xe131 + -1e0
Pada proses ini, isotop Iodin-131 (I-131) melepaskan partikel beta (elektron). Isotop baru yang dihasilkan memiliki nomor atom 54 dan nomor massa 131. Isotop tersebut adalah Xenon (Xe).
Perhatikanlah bahwa nomor massa tidak berubah dari I-131 menjadi Xe-131. Akan tetapi, nomor atomnya naik satu (dari 53 menjadi 54). Peristiwa yang terjadi di dalam inti atom iodin adalah perubahan neutron menjadi proton dan elektron.
0n1 → 1p1 + -1e0
Perubahan sebuah neutron menjadi sebuah proton akan diikuti dengan terbentuknya sebuah elektron. Elektron yang terbentuk dipancarkan dari inti atom sebagai partikel beta (β). Isotop dengan perbandingan n/p tinggi sering mengalami pemancaran beta (β). Hal ini terjadi karena peluruhan ini menyebabkan jumlah neutron berkurang satu dan jumlah proton bertambah satu, sehingga menurunkan perbandingan n/p.
Pemancaran Radiasi Gamma
Partikel alfa (α) dan partikel beta (β) mempunyai karakteristik materi. Keduanya memiliki massa tertentu dan menempati ruang. Namun, karena tidak ada perubahan massa yang berhubungan dengan pemancaran sinar gamma (γ), kita dapat menyatakan bahwa pemancaran sinar gamma (γ) sebagai pemancaran radiasi gamma (γ). Radiasi gamma (γ) sangat menyerupai sinar X, yaitu radiasi dengan energi tinggi dan memiliki panjang gelombang pendek (short wavelength). Radiasi sinar gamma umumnya disertai dengan pemancaran partikel alfa dan partikel beta. Tetapi, biasanya tidak dinyatakan pada persamaan reaksi inti yang disetarakan. Beberapa isotop, seperti Cobalt-60 (Co-60), melepaskan sejumlah besar radiasi sinar gamma. Isotop ini sering digunakan untuk pengobatan kanker dengan metode radiasi. Paramedis akan mengarahkan sinar gamma ke tumor, sehingga sinar tersebut diharapkan dapat merusaknya.
Pemancaran Positron
Pemancaran positron tidak terjadi pada isotop radioaktif yang meluruh secara alami, tetapi hal ini terjadi secara alami pada isotop radioaktif buatan manusia. Positron pada dasarnya merupakan elektron yang memiliki muatan positif. Positron dapat terbentuk bila proton di dalam inti atom meluruh menjadi neutron. Positron yang terbentuk ini kemudian dipancarkan dari inti atom.
Proses ini terjadi pada beberapa isotop, seperti isotop Kalium-40 (K-40). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
19K40 → 18Ar40 + +1e0
Isotop K-40 memancarkan positron, dan membentuk isotop baru dengan nomor massa 40 dan nomor atom 18. Isotop Argon-40 (Ar-40) telah terbentuk.
Perhatikanlah bahwa nomor massa tidak berubah dari K-40 menjadi Ar-40. Akan tetapi, nomor turun satu (dari 19 menjadi 18). Peristiwa yang terjadi di dalam inti atom kalium adalah perubahan proton menjadi neutron dan melepaskan positron.
1p1 → 0n1 + +1e0
Perubahan sebuah proton menjadi sebuah neutron akan diikuti dengan terbentuknya sebuah positron. Positron yang terbentuk dipancarkan dari inti atom sebagai partikel positron (β+). Isotop dengan perbandingan n/p rendah sering mengalami pemancaran positron (β+). Hal ini terjadi karena peluruhan ini menyebabkan jumlah proton berkurang satu dan jumlah neutron bertambah satu, sehingga menaikkan perbandingan n/p.
Penangkapan Elektron
Penangkapan elektron merupakan jenis peluruhan inti yang jarang terjadi. Dalam peluruhan ini, elektron dari tingkat energi yang lebih dalam (misalkan subkulit 1s) akan ditangkap oleh inti atom. Elektron tersebut akan bergabung dengan proton pada inti atom membentuk neutron. Akibatnya, nomor atom berkurang satu dan nomor massanya tetap sama.
1p1 + -1e0 → 0n1
Sebagai contoh, reaksi yang terjadi saat penangkapan elektron pada Polonium-204 (Po-204) sebagai berikut :
84Po204 + -1e0 → 83Bi204 + sinar-X
Perubahan sebuah proton menjadi sebuah neutron dapat terjadi saat penangkapan sebuah elektron. Isotop dengan perbandingan n/p rendah dapat mengalami penangkapan elektron (e-). Hal ini terjadi karena reaksi ini menyebabkan jumlah proton berkurang satu dan jumlah neutron bertambah satu, sehingga menaikkan perbandingan n/p.
Penangkapan elektron pada subkulit 1s menyebabkan kekosongan pada subkulit 1s. Elektron yang berasal dari subkulit lain dengan level energi yang lebih tinggi akan “turun” untuk mengisi kekosongan ini disertai pembebasan sejumlah energi dalam bentuk sinar X yang tidak tampak.
Waktu Paruh dan Peluruhan Radioaktif
Jika kita dapat melihat sebuah atom isotop radioaktif, seperti U-238, kita tidak dapat meramalkan kapan atom tersebut akan meluruh. Peluruhan ini dapat terjadi dalam waktu beberapa milidetik atau mungkin membutuhkan waktu selama satu abad. Ternyata ada cara sederhana untuk mengetahuinya.
Dibutuhkan waktu tertentu bagi separuh dari atom radioaktif untuk meluruh dan tersisa setengah dari sebelumnya. Kemudian, dibutuhkan juga sejumlah waktu yang sama untuk separuh dari atom radioaktif yang sisa untuk meluruh dan sejumlah waktu yang sama untuk atom radioaktif sisa untuk meluruh dan seterusnya. Banyaknya waktu yang digunakan untuk separuh dari cuplikan meluruh disebut waktu paruh (t1/2).
Berikut ini adalah tabel hubungan waktu paruh (t1/2) dengan jumlah zat radioaktif yang masih tersisa setelah peluruhan :
Waktu Paruh (t1/2) | Persentase Isotop Radioaktif yang Tersisa |
0 | 100,00 |
1 | 50,00 |
2 | 25,00 |
3 | 12,50 |
4 | 6,25 |
5 | 3,125 |
6 | 1,5625 |
7 | 0,78 (hasil pembulatan) |
8 | 0,39 (hasil pembulatan) |
9 | 0,19 (hasil pembulatan) |
10 | 0,09 (hasil pembulatan) |
ln (No/Nt) = (0,6963 t) / t1/2
Pada persamaan tersebut, ln adalah singkatan dari logaritma natural (logaritma dengan bilangan pokok e). No adalah jumlah isotop radioaktif mula-mula. Nt adalah jumlah radioisotop yang yang tertinggal pada waktu tertentu (t) dan t1/2 adalah waktu paruh radioisotop. Jika kita mengetahui waktu paruh (t1/2) dan jumlah isotop radioaktif mula-mula (No), kita dapat menggunakan persamaan ini untuk menghitung jumlah radioaktif sisa (Nt) setiap waktu.
Bentuk lain dari persamaan di atas adalah sebagai berikut :
Nt / No = (1/2)^ (t/t1/2)
Waktu paruh bisa menjadi sangat pendek atau sangat panjang. Tabel berikut menunjukkan waktu paruh (t1/2) dari beberapa jenis isotop radioaktif.
Radioisotop | Radiasi yang Dipancarkan | Waktu Paruh (t1/2) |
Kr-94 | β | 1,4 detik |
Rn-222 | α | 3,8 hari |
I-131 | β | 8 hari |
Co-60 | γ | 5,2 tahun |
H-3 | β | 12,3 tahun |
C-14 | β | 5730 tahun |
U-235 | α | 4,5 miliar tahun |
Re-187 | β | 70 miliar tahun |
Aplikasi waktu paruh yang sangat berguna adalah pada pelacakan radioaktif. Ini berhubungan dengan penentuan usia benda-benda kuno.
Karbon 14 (C-14) adalah isotop karbon radioaktif yang dihasilkan di atomosfer bagian atas oleh radiasi kosmis. Senyawa utama di atmosfer yang mengandung karbon adalah karbon dioksida (CO2). Sangat sedikit sekali jumlah karbon dioksida tang mengandung isotop C-14. Tumbuhan menyerap C-14 selama fotosintesis. Dengan demikian, C-14 terdapat dalam struktur sel tumbuhan. Tumbuhan kemudian dimakan oleh hewan, sehingga C-14 menjadi bagian dari struktur sel pada semua organisme.
Selama suatu organisme hidup, jumlah isotop C-14 dalam struktur selnya akan tetap konstan. Tetapi, bila organisme tersebut mati, jumlah C-14 mulai menurun. Para ilmuwan kimia telah mengetahui waktu paruh dari C-14, yaitu 5730 tahun. Dengan demikian, mereka dapat menentukan berapa lama organisme tersebut mati.
Pelacakan radioaktif dengan menggunakan isotop C-14 telah digunakan untuk menentukan usia kerangka yang ditemukan di situs-situs arkeologi. Belakangan ini, isotop C-14 digunakan untuk mengetahui usia Shroud of Turin (kain kafan dari Turin), yaitu sepotong kain linen pembungkus mayat manusia dengan gambaran seorang manusia tercetak diatasnya. Banyak yang berpikir bahwa itu adalah bahan pembungkus Nabi Isa. Tetapi, pada tahun 1988, pelacakan radiokarbon menemukan bahwa bahan tersebut berasal dari tahun 1200-1300 SM. Meskipun kita tidak mengetahui bagaimana bentuk orang itu tercetak pada kain kafan tersebut, pelacakan radioaktif C-14 membuktikan bahwa bahan tersebut bukan kain kafan Nabi Isa.
Pelacakan dengan isotop C-14 hanya dapat digunakan untuk menentukan usia sesuatu yang pernah hidup (organisme). Isotop ini tidak dapat digunakan untuk menentukan umur batuan bulan atau meteorit. Untuk benda-benda mati, para ilmuwan kimia menggunakan isotop lainnya, seperti Kalium 40 (K-40).
Pada tahun 1930-an, para ilmuwan menemukan bahwa beberapa reaksi inti dapat dimulai dan dikendalikan oleh manusia. Para ilmuwan biasanya menembakkan suatu isotop besar dengan isotop kedua yang lebih kecil (umumnya neutron). Tumbukan kedua isotop ini dapat menyebabkan isotop besar tersebut pecah menjadi dua unsur atau lebih. Dalam hal ini, isotop besar mengalami pemecahan inti (nuclear fission/fisi inti).
Sebagai contoh, pemecahan isotop U-235 menjadi dua isotop baru dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi transmutasi berikut :
92U235 + 0n1 → 56Ba142 + 36Kr91 + 3 1n0
Reaksi jenis ini juga membebaskan energi dalam jumlah besar. Berasal dari manakah energi tersebut? Apabila pengukuran dilakukan dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi pada semua massa atom dan partikel subatom mula-mula, kemudian semua massa atom dan partikel subatom akhir, lalu membandingkan keduanya. Kita akan memperoleh hasil bahwa terdapat sejumlah massa yang “hilang”. Materi “hilang” selama reaksi inti. Hilangnya materi ini disebut sebagai pengurangan massa atau defek massa. Materi yang “hilang” ini berubah menjadi energi.
Kita dapat menghitung besarnya energi yang dihasilkan dari reaksi fisi selama reaksi inti dengan persamaan yang sangat sederhana, yang telah dikembangkan oleh Albert Einstein (lihat : Kisah Para Ilmuwan ; Albert Einstein), yaitu E = mc2. Pada persamaan ini, E adalah energi yang dihasilkan; m adalah massa yang “hilang” (defek massa); dan c adalah kecepatan cahaya (3,00 x 108 m/s). Kecepatan cahaya dikuadratkan membuat bagian dari persamaan ini mempunyai bilangan yang sangat besar, sehingga bila dikalikan dengan jumlah massa yang kecil hasilnya tetap merupakan sejumlah energi yang besar.
Reaksi Berantai (Chain Reaction)
Pada persamaan fisi isotop U-235 (lihat reaksi di atas) digunakan sebuah neutron. Akan tetapi, reaksi kembali membentuk tiga neutron. Ketiga neutron tersebut, apabila semuanya bertemu dengan isotop U-235 lainnya, dapat memulai pemecahan (fisi) lainnya, yang akan menghasilkan lebih banyak neutron. Ini merupakan efek domino yang telah lama diketahui manusia. Dalam istilah kimia inti, serangkaian pemecahan inti ini disebut reaksi beranai (chain reaction).
Chain reaction ini bergantung pada banyaknya neutron yang dilepaskan, bukan pada banyaknya neutron yang digunakan selama reaksi inti. Saat kita menuliskan persamaan reaksi fisi isotop U-238 (isotop Uranium yang lebih melimpah di alam), kita hanya menggunakan satu neutron dan mendapatkan satu neutron pula. Reaksi berantai tidak dapat terjadi pada isotop U-238. Hanya isotop yang dapat menghasilkan neutron berlebihan pada pemecahannya yang dapat mengalami chain reaction. Jenis isotop ini dikatakan dapat pecah. Hanya ada dua isotop utama yang dapat dipecah selama reaksi inti, yaitu U-235 dan Pu-239.
Rahasia untuk mengendalikan reaksi berantai adalah dengan mengendalikan jumlah neutron. Apabila neutron dapat dikendalikan, energi yang dilepaskan dapat dikendalikan. Itulah yang dilakukan oleh para ilmuwan pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Dalam beberapa hal, pembangkit listrik tenaga nuklir sama dengan pembangkit listrik konvensional yang menggunakan bahan bakar fosil . Pada jenis pembangkit listrik ini, bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi, gas alam) dibakar, dan panasnya digunakan untuk mendidihkan air yang digunakan untuk membuat uap air. Uap airnya kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin yang disambungkan ke generator yang menghasilakn listrik.
Perbedaan nyata antara pembangkit listrik konvensional dan nuklir adalah pembangkit listrik tenaga nuklir menghasilkan panasnya melalui reaksi berantai pemecahan inti isotop.
Di Amerika, terdapat kira-kira 100 reaktor nuklir yang menghasilakn sekitar 20 persen kebutuhan listrik negara. Di Perancis, hampir 80 persen listrik negara dihasilkan melalui chain reaction. Keuntungan penggunaan tenaga nuklir adalah tidak perlu membakar bahan bakar fosil (menghemat sumber bahan bakar fosil untuk menghasilkan plastik dan obat-obatan) dan tidak ada produk hasil pembakaran seperti CO2, SO2, dan lainnya yang dapat mencemari air dan udara. Akan tetapi, masih terdapat sejumlah masalah yang berhubungan dengan penggunaan tenaga nuklir.
Masalah pertama adalah biaya. Masalah berikutnya adalah ketersediaan isotop U-235 sangat terbatas. Dari semua Uranium yang terdapat di alam, hanya sekitar 0,75 persennya merupakan U-235. Sebagian besar merupakan isotop U-238 yang tidak dapat dipecah. Keterbatasan jumlah bahan bakar nuklir serupa dengan keterbatasan sumber daya bahan bakar fosil yang tersedia di alam. Akan tetapi, yang menjadi masalah utama (krusial) penggunaan tenaga nuklir adalah tingkat keamanan penggunaan nuklir dan pengelolaan limbah nuklir. Reaktor nuklir harus benar-benar aman dan tidak menghasilkan radiasi yang membahayakan kesehatan para petugas maupun penduduk di area reaktor nuklir berdiri. Sebagai tambahan, limbah yang dihasilkan harus diolah sedemikian rupa agar tetap aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia.
Penggabungan Inti (Nuclear Fussion)
Segera setelah proses pemecahan (fisi) ditemukan, proses lainnya yang disebut fusi (penggabungan) ditemukan. Reaksi fusi pada dasarnya merupakan kebalikan dari reaksi fisi. Pada reaksi fisi, inti yang lebih berat dipecah menjadi inti yang lebih kecil. Sebaliknya, pada reaksi fusi, inti yang lebih ringan digabung menjadi inti yang lebih berat.
Proses penggabungan (fusi) adalah reaksi yang memberikan tenaga pada matahari. Di matahari, pada serangkaian reaksi inti, empat isotop H-1 digabung menjadi He-4 dengan membebaskan sejumlah besar energi. Di bumi, dua isotop hidrogen lainnya yang digunakan dalam reaksi fusi adalah Deuterium (H-2) dan Tritium (H-3). Deuterium adalah isotop hidrogen yang ada dalam jumlah kecil, tetapi masih tetap melimpah. Sedangkan Tritium tidak terjadi secara alami, tetapi dapat dengan mudah diproduksi dengan cara menembakkan Deuterium dengan neutron. Reaksi penggabungan antara Deuterium dan Tritium adalah sebagai berikut :
1H2 + 1H3 → 2He4 + 0n1
Aplikasi penggabungan inti yang pertama kali adalah pada penggunaan bom Hidrogen yang dilakukan oleh militer. Bom Hidrogen mempunyai tenaga 1000 kali lebih kuat dari bom atom biasa.
Tujuan penggunaan reaksi fusi adalah menghasilkan energi dalam jumlah melimpah. Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah sulitnya mengendalikan reaksi fusi. Jika energi dari reaksi ini dapat dikendalikan dan dilepaskan secara perlahan-lahan, maka dapat digunakan untuk menghasilkan listrik. Cara ini akan memberikan persediaan energi yang tidak terbatas sekaligus tidak menghasilkan polutan yang membahayakan atmosfer.
Efek Radiasi
Radiasi dapat menyebabkan dua efek utama pada tubuh, yaitu merusak sel dengan panas dan mengionisasi sekaligus memecahkan sel. Radiasi menghasilkan panas. Panas ini dapat merusak jaringan, sama seperti yang terjadi pada kulit yang terbakar matahari. Faktanya, istilah luka bakar radiasi umumnya digunakan untuk menjelaskan kerusakan kulit dan jaringan karena adanya panas.
Cara utama radiasi merusak tubuh organisme adalah melalui pemecahan sel dan ionisasi. Partikel radioaktif dan radiasi mempunyai energi kinetik yang besar. Saat partikel ini menyerang sel di dalam tubuh, partikel dapat memecah (merusak) sel ata mengionisasi sel, sehingga sel menjadi ion-ion (bermuatan listrik) dengan menghilangkan satu elektron. Ionisasi ini akan melemahkan ikatan dan dapat menyebabkan kerusakan, pemusnahan, atau mutasi DNA pada sel.
Referensi:
Andy. 2009. Pre-College Chemistry.
Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.
Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia: Pakar Raya.
Kaitkata: Alfa, Beta, Chain Reaction, Chemistry for Grade XII Students, Cobalt-60, Deuterium, Elektron, Fisi, Fusi, Gamma, Hidrogen, Inti helium, Iodin-131, Isotop, Kalium-40, Karbon-14, Kegunaan Zat Radioaktif, Neutron, Nomor Atom, Nomor Massa, Pelacakan Radioaktif, Peluruhan, Pemecahan Inti, Penggabungan Inti, Penyetaraan Reaksi Inti, Pita Kestabilan Isotop, PLTN, Positron, Proton, Radiasi, Radioaktif, Radioaktivitas, Rasio n/p, Reaksi Berantai, Reaksi Inti, Reaktor Nuklir, Transmutasi Inti, Tritium, Uranium-235, Waktu Paruh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar